Dialog dengan Listing Program

22:35 immobulus 0 Comments


Kumpulah kertas-kertas sisa perjuangan semester enam masih berserakan di meja belajar dan rak buku. Rencananya hari ini akan ku ungsikan semuanya ke dalam kardus. Kumpulan listing program seakan berontak dan protes atas sikapku selama ini

“kenapa kami hanya dibaca dan di pelajari ketika ujian? Kenapa kami dijadikan bacaan yang kesekian padahal kami adalah nyawa dari kuliah yang kau ambil sekarang. Kenapa kau lebih mementingkan novel-novel yang jelas tidak ada hubungannya dengan kuliah? Apakah kami kurang menarik? Apakan kami tidak menyenangkan? Bisakan kita berteman? Kenapa kami selalu dibuang ketika penghujung semester tiba? Begitu bencikah kau dengan kami?”

Maafkan aku teman-teman listing. Aku tidak membenci kalian, hanya saja alur pikiran kita tidak sejalan, kalian terlalu rumit untukku dan aku belum bisa membuat kalian terlihat sederhana agar lebih mudah otakku mencerna kalian.

Lamunanku membawaku ke masa lalu masa dimana ketika cita-cita digantungkan setinggi-tingginya. Masih terlihat jelas dalam ingatanku ketika aku dan teman-teman saling bertanya tentang cita-cita. Dengan bangga kami menyebutkan cita-cita masing-masing dan mendeskripsikan apa yang akan kami lakukan ketika cita-cita itu telah tercapai. Kami anak-anak yang masih polos dan sangat optimis tentang masa depan.


Aku sendiri, cita-cita dari kecilku adalah menjadi seorang dokter. Sampai-sampai aku mempertaruhkan kata “dokter” dalam setiap kejadian yang aku alami.  Pernah ada satu kejadian ketika aku tejatuh dari sepeda dan tangan kiriku mencium permukaan bumi dan mengeluarkan cairan merah menyala. Aku berjanji pada diriku sendiri jika aku bisa mengatasi semuanya, menahan sakit dan mengobati lukaku tanpa merengek-rengek aku pasti bisa menjadi seorang dokter yang hebat di masa depan. Singkat cerita, aku bisa mengatasi semuanya tanpa ke dokter dan tanpa bantuan orang tua walaupun saat itu tangan kiriku tidak difungsikan untuk beberapa hari. Itu salah satu dari sekian kisah dimasa kecilku tentang mempertaruhkan kata “dokter”.

Dokter hanyalah salah satu cita-citaku. Terlahir dari seorang ibu yang berprofesi sebagai guru dan nenek yang juga seorang guru membuatku berpikir tentang “sesuatu”. Aku ingin menjadi guru tapi bukan menjadi guru seperti ibu dan nenek. Aku ingin menjadi pengajar yang mengajarkan banyak hal, yang menginspirasi orang lain dengan kisah-kisah sukses orang-orang terdahulu dan filosofi hidup penuh makna. Aku ingin ilmu yang aku bagikan tidak hanya lewat begitu saja. Aku ingin apa yang aku ajarkan tertanam di dalam diri mereka dan membuat mereka belajar lebih banyak lagi. Aku tidak ingin menjadi pengajar yang menggurui, aku ingin menjadi sahabat bagi murid-muridku, dipikiranku saat itu “jika kita bisa bersahabat dengan guru maka aku pasti bisa bersahabat dengan ilmu, apa pun itu”. Pemikiran yang sangat sederhana. Mungkin itulah sebabnya aku suka membaca dan lebih aktif bicara di depan public.

Aku juga punya cita-cita memiliki sebuah pulau yang isinya teknologi tercanggih abad 21 (terlalu sering nonton doraemon haha). Isi pulau itu adalah rumah sakit tercanggih, sekolah tercanggih, tempat mencari ilmu tercanggih, semua serba canggih pokoknya. Tapi jangan khawatir, untuk masuk ke pulau itu GRATIS tapi ada syaratnya, setiap orang yang masuk ke pulau itu dan mendapatkan kebaikan (ilmu) dari pulau itu maka dia harus meneruskan kebaikan itu ke orang lain ke keluarga dan orang-orang disekitarnya.

Dan cita-citaku yang paling aku suka adalah menjadi ibu rumah tangga yang memiliki suami yang hebat dan anak-anak yang hebat. Jangan bayangkan aku menjadi ibu rumah tangga yang menghabiskan hari-hari indah di dalam rumah saja. Aku bukan tipe orang seperti itu, aku bukan tipe wanita yang suka berdiam diri. Statusku mungkin hanya sebagai ibu rumah tangga. Tapi, selain menjalankan kewajiban sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anak aku juga memiki kesibukan. Kesibukan itu tidak harus di luar rumah, di dalam rumah pun boleh tapi sekali-kali keluar rumah untuk memperluas wawasan. Aku akan menyulap rumahku menjadi tempat yang menyenangkan untuk belajar bagi anak-anak. Aku akan menyulap lantai satu rumahku menjadi tempat belajar bahasa asing dan aku berpartisipasi di dalamnya. Akan ku datangkan guru-guru bahasa asing terbaik.

Aku juga suka anak-anak. Akan ku buat halaman samping rumahku menjadi taman bermain anak-anak yang sangat menyenangkan. Mungkin juga bisa dibuat tempat penitipan anak dan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Tidak hanya menjadi taman yang menyenangkan untuk bermain, disini juga anak-anak akan belajar hal-hal yang sangat menyenangkan dan menstimulasi otak mereka untuk berpikir kreatif.  Di halaman belakang rumah ada kolam ikan kecil yang setiap sore hari aku dan suami duduk santai di teras belakang sambil melihat anak-anak bermain dengan ikan-ikan kecil.

Ruangan terhangat di dalam rumah kami adalah ruang keluarga. Setiap malam di ruangan ini aku dan suami mengajak anak-anak berbincang tentang apa yang mereka alami hari ini dan ilmu baru apa yang mereka pelajari. Aku, suami dan anak-anak, kami adalah satu kesatuan yang saling melengkapi.

Week end adalah hari yang paling disukai anak-anak ku. Setiap week end kami mengunjungi tempat yang tidak hanya untuk tempat refreshing tapi juga tempat untuk menambah wawasan baru. Hari libur sekolah kami manfaatkan berkunjung ke rumah neneknya anak-anak (mudik) dan silaturahmi ke keluarga yang lain. Sejak kecil anak-anak harus diajarkan bersosialisasi dan mengenal keluarga. Hari libur sekolah juga bisa dimanfaatkan untuk berlibur ke luar negeri ke tempat yang memiliki nilai historis atau bahkan umroh bareng keluarga besar.

Senangnyaaa jadi ibu rumah tangga :D :D :D

Aku tersadar dari lamunanku dan ternyata kumpulan kertas listing telah berhamburan kemana-mana tertiup kipas angin, seola-olah mereka menertawakan kejadian barusan dan mengejek apa yang sedang aku lamunkan.

“Lihat dirimu, cita-cita mu ingin menjadi dokter, tapi sekarang apa? Mengambil study ilmu komputer. Kamu juga ingin menjadi guru kan? Tapi kenapa tidak sekolah keguruan saja? Pantas saja kita tidak cocok. Dari awal kedatangan kami tidak kau harapkan, kami bukan yang kau inginkan. Terus sekarang bagaimana? Kamu masih ingin menjadi dokter? Guru? Atau mau menikah? :D”

Entahlah aku sendiri juga kebingungan dengan jurusan yang aku tempuh sekarang. Hanya Allah yang tau selanjutnya akan mengalir kemana.

You Might Also Like

0 comments: