Rita dan Raka

17:10 immobulus 0 Comments

si sudut kota, di pojok kota, di pinggiran kota...
terserah kalian mau menyebutnya apa...

Di bawah remang-remang lampu jalan yang sesekali mati sesekali hidup seperti meregang nyawa, terdengar suara isak tangis yang begitu memilukan. Tanpa ada yang tau apa yang baru saja terjadi dengan remaja ini. Puluhan pasang mata menatap simpati,  apa sebenarnya yang ditangisi gadis remaja tanggung itu.

Dia seperti orang gila dengan pakaian lusuh dan compang camping. Kadang menangis, kadang tertawa dan sesekali menjerit. Satu jam yang lalu dia kehialangan orang yang dicintainya. 

Siapa? Ibu? Ayah? adik?
Hah. Bahkan di kota ini dia hanya hidup sendiri tanpa keluarga. Bukan. Dia tidak sedang menangisi keluarganya, karena memang dia tidak memiliki keluarga. Dia benar-benar menangisi orang yang dicintainya. Orang yang telah menjadi bagian penting dari hidupnya empat bulan terakhir. 

Adalah Raka. Seorang pemuda baik hati yang mengisi kegiatan minggu dengan mengajar anak-anak pinggiran rel kereta api. Pemuda berhati mulia inilah merubah malam menjadi terang, halilintar menjadi kembang api dan hujan menjadi pelangi. Dia juga yang membuat gadis remaja tanggun umur 15 tahun jatuh cinta.Raka sangat suka kacang rebus yang sering dijual Rita di stasiun kereta api. Rita juga merupakan murid Raka di sekolah rel. 

Pertemuan rutin seminggu sekali itu berlangsung biasa saja. Seperti pertemuan akak asuh dengan adiik atau Guru dengan murid atau Pelanggan dengan penjual. Tapi menjadi tidak biasa karena Rita diam-diam jatuh hati kepada kaka asuhnya, gurunya, pelanggannya. Minggu adalah hari yang sangat ditunggu-tunggunya, minggu adalah hari terbaiknya, hanya dihari minggu dia memakai pakaian terbaik yang dimilikinya, dan hanya di hari minggu dia mandi menggunakan shampo. Maklum saja, untuk seorang gadis penjual kacang seperti Rita, shampo adalah barang mewah untuk mandi. Jadi hanya dipakai jika ingin bertemu orang penting saja, dan salah satu orang penting itu adalah Raka.




Rita gadis yang polos, sangat polos. Dia membiarkan begitu saja perasaan cinta yang tumbuh dengan liarnya, semakin besar hingga tak terbendung. Raka adalah cinta pertamanya. Raka bak pahlawan dalam kehidupannya, Raka telah mengajarinya banyak hal, mulai dari membaca, berhitung sampai mengajari manajemen pemasaran kacang rebus. Alhasil, penjualan kacang rebus Rita maju pesat, semua orang yang pernah singgah di stasiun pasti mengenal kacang rebus Rita. Semuanya berjalan indah dan sangat menyenangkan. Mungkin ini akan jadi kisah cinta yang sangat manis sepanjang rel kereta api.

Sampai sepotong malam penuh kejutan dengan latar desingan rel kereta yang lewat.

"Kacang rebusnya dua bungkus ya". Seorang pembeli datang menghampiri
"Kakak?".

Betapa terkejutnya Rita, sang pangeran datang di malam hari. Malu, karena malam ini pakaian Rita lusuh dengan rambut kusut tidak keramas dengan shampo. Eh, tunggu dulu mengapa dia datang malam-malam begini ya? dan itu, siapa wanita cantik dan wangi itu?

"Kakak ke sini mau ngasih undangan, maaf mendadak. Datang ya..."

Sepasang senyum simpul mengakhiri pertemuan singkat itu, sepotong malam penuh kejutan.

Perih, menggilas hati, mencincang-cincang angan. Pangeran baik hati yang ia cintai akan menikah. Sesak teramat dalam. Empat bulan bukan waktu yang singkat, melewati hari-hari indah dengan angan-angan hari esok akan bahagia. Bahkan baru minggu kemarin dia masih bercengkerama dengan pangeran hatinya berharap suatu hari nanti dimilikinya. Tapi, sekarang. Undangan dengan warna biru kesukaannya membuat hatinya terbakar.



Terlalu posos. Mengartikan kebaikan hati sebagai perhatian khusus. 







Lepaskanlah...
ini memang berat untukmu


Lepaskanlah...
dia telah menjadi milik orang lain

Lepaskanlah...
sadar kau telah menyakiti dirimu sendiri

Lepaskanlah...
semoga waktu mampu mengobati lukamu

Lepaskanlah...
ungkapkan jika itu melegakan
dan jangan berharap banyak atas perasaanmu
sadarlah, tidak baik memaksakan kehendak diri sendiri

Lepaskanlah dan semoga yang lebih baik datang menghampirimu

--Tere Liye





You Might Also Like

0 comments: