Aku bukan daun dan dia bukan angin

03:34 Unknown 0 Comments



Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... 
daun yang tidak pernah membenci angin meski harus tereggutkan dari tangkai pohonnya.



Kadang aku merasa seperti Tania kalau lagi dalam suasana seperti ini, kadang merasa seperti Ratna kalau melihat ke belakang, kadang juga seperti Dede kalau lagi menasihati seseorang dan suka bermain lego, kadang seperti Danar yang suka menuliskan sesuatu yang sulit dijelaskan lewat ucapan. Tapi, aku selalu ingin menjadi seseorang, seperti arti namaku sendiri. 

Well, kalau kalian pernah membaca novel Daun yang Jatuh Tak Penah Membenci Angin, kalian pasti tau dengan Tania, Danar, Ratna dan Dede. Kalau belum pernah baca, yahh buruan baca deh. Dan jangan kecewa karena endingnya agak nyesek. Tapi walaupun nyesek, ini sudah kali kesekian aku membaca novel ini. Sebagai reminder. Apalagi kalau bacanya malem-malem kayak gini. Matiin semua lanpu kecuali lampu belajar, non aktifin juga seluruh gadget, hayati dan resapi tiap lembarnya, jangan segan untuk berhenti sejenak menarik napas untuk meredam nyesek, jangan lupa siapin tissu dan minuman. Soalnya ada bagian tertentu yang bikin air mata berontak ingin keluar dan abis nangis biasanya haus, dan tidak disarankan membaca sambil ngemil soalnya bisa bikin gemuk heheee.

Dalam tulisan ini aku tidak membahas detail alur ceritanya, baca saja sendiri novelnya. Tulisan ini hanya berfokus pada permasalahan cintanya.
Ok, let's bigin.

  • Sosok Tania dalam novel ini memiliki banyak sifat positif. Tania yang cerdas, cantik, dewasa, bertanggung jawab, menepati janji, tulus, setia, membanggakan dan berlapang dada. Tania yang menyeyangi keluarga. Tanialah tokoh utama dalam novel ini. 
  • Tania memiliki seorang adik laki-laki yang bernama Dede. Dede adalah anak yang baik, sama seperti Tania dia juga menyayangi keluarganya, Dede tumbuh menjadi laki-laki yang tampan, cerdas, memiliki nalar yang tinggi. Dede juga tidak bisa diam, dia suka sekali memulai pembicaraan dan menyeletuk ketika sedang berkumpul dengan Danar, Tania dan Ratna. Dede juga suka bermain lego dan bercerita/berdongeng (gue banget hehee).
  • Tania jatuh cinta kepada pria baik hati yang bernama Danar yang usianya 14 tahun lebih tua darinya. Dia memanggilnya Om Danar. Seorang pemuda yang tampan, baik, murah hati, penyayang (seperti seseorang yang pernah ada dihatiku) dan menyukai anak-anak. Dia juga pandai menulis, banyak novel-novel karyanya yang laku keras dipasaran. Tapi, tidak ada yang tau kalau penulisnya bernama Danar, kecuali Tania dan Dede. Dia menggunakan "nama pena" sebagai pengarang novel.
  • Danar memiliki kekasih yang bernama Ratna, kak Ratna. Aku sebel dengan tokoh Ratna dalam novel ini, sekaligus kasihan. Ratna adalah perempuan yang baik, menyenangkan, cantik, pengertian, penyabar dan tulus. Ratna sangat menyayangi Danar sehingga tidak begitu menyadari perasaan yang sebenarnya Danar simpan diam-diam.
  • Sosok Ibu. Ibu seperti ibu-ibu kebanyakan. Ibu yang baik, ibu yang penyayang, ibu yang rela melakukan apa saja demi anak-anaknya. Ibu yang memahamai anaknya lebih dari anak itu memahami dirinya sendiri. Ibu yang sangat perasa yang mencemaskan anak-anaknya. 


Tania mulai merasakan perasaan ganjil itu, ia jatuh cinta. Tapi, Tania masih kecil untuk mengerti perasaan yang hinggap di hatinya. Namun sayang, ibunya begitu cepat pergi sehiingga belum sempat menjelaskan apa itu cinta kepada Tania kecil. Hidup harus berlanjut, meski duka masih membendung. Tania kemudian menerima beasiswa untuk bersekolah di Singapura. Ia kemudian berangkat ke Singapura meninggalkan adiknya, pusara ibunya dan dia (Danar). 

Tiga tahun berlalu. Tania pulang ke Indonesia dan menghabiskan masa liburannya. Dan kemudian kembali ke Singapura untuk melanjutkan studi sekolah menengah atas disana. Saat kelulusan SMA, Danar datang dengan kekasihnya Ratna, dan adiknya Dede. Saat itulah Danar dan Ratna menyampaikan bahwa mereka akan menikah. Tania kaget sekaligus sedih. Tania bertekat tidak akan datang ke acara pernikahan mereka.

Tania tidak datang, meski undangan itu diantar langsung oleh Danar, meski Ratna membujuknya beberapa hari sebelum pernikahan. Tania telah mendapat jawaban atas pertanyaannya selama ini, Danar tidak pernah mencintainya.

Hidup harus terus berlanjut. Sepahit apapun yang kita alami. 

Suatu hari Tania menerima e-mail dari Ratna yang bercerita tentang kehidupan rumah tangganya dengan Danar. Cerita-cerita itulah yang kemudian membuat Tania memutuskan untuk pulang. Dan semuanya terungkap. Dede menceritakan semua dia ketahui, tentang perlakuan Daran selama ini, dan sebuat draf novel di laptop Danar yang pernah ia baca. Novel yang tidak akan pernah selesai. 

Novel itu bercerita tentang Tania dan Danar. Tentang perasaan Danar yang sebenarnya, Danar mencintai Tania bahkan ketika Tania masih berkepang dua. Tapi cerita dalan novel itu terhenti ketika Danar menikah dengan Ratna. 

Tania kemudian menemui Danar. Ia menemui Danar di bawah pohon linden, dekat rumah kardus mereka dulu. Dan disini semua harus usai. Semua perasaan terluapkan. Tapi semua terlambat, Danar telah bersama Ratna dan Ratna sedang mengandung.

Finally, mereka sama-sama melepaskan dan mengikhlaskan perasaan yang selama ini mereka pendam. Karena hakikat cinta adalah melepaskan.




Selalu lihat dari sudut pandang yang berbeda.
Dilihat dari sudut pandang Tania, mungkin kisah ini sangat menyesakkan. Dia tidak akan pernah memiliki cintanya.

Dari sudut pandang Ratna juga sama menyesakkannya, walaupun dia telah memiliki Danar, tapi cinta Danar kepada Tania lebih besar daripada cinta Danar ke dia. 

Dari sudut pandang Danar. Oh Tuhan, bagaimana mungkin ada orang yang paling menyebalkan seperti Danar (semoga hanya ada dalam novel). Dia telah tega menyakiti Ratna secara tidak langsung. Dia juga menyakiti dirinya sendiri, tidak jujur pada diri sendiri. 

Menyebalkan. 


“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.

Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus.

Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.” 


You Might Also Like

0 comments: