Separuh jiwa kami pergi

14:54 immobulus 0 Comments

Ada kegembiraan tapi juga seperti ada yang hilang.
Adikku yang bernama lengkap Asfarotis Sholiha, panggil saja Atis yang merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara telah menjadi mahasiswi, of course semua orang yang menyayanginya pasti akan memberi selamat bertabur doa.  Over all, dibalik kegembiraan itu semua ada kesedihan dan rasa kehilangan.

Why?

Gak tau kenapa ya, tiap ada salah satu dari keluarga kami yang keluar dari rumah atau tidak lagi tidur di rumah bisa juga dibilang sudah punya rumah ke dua, itu seperti ada bagian dari diri kami yang hilang, padahal perginya juga gak jauh-jauh banget. 

Mulai dari nyai (nenek) yang merasa kehilangan Atis, karena atis yang paling sering ke rumah nyai dan suka bercerita apa saja kepada nyai sudah pasti nyai merasa kehilangan. Kalu atis la pegi pastila gek nyai tekenang-kenang dengen suaro atis, katek lagi gek yang manggel “nyaiiii” tiap minggu pagi. Hahahaa nyai lebay deh.

Next, Ayah dan Ibu. Bisa saja mereka menyembukan kesedihan mereka dengan senyum sumringah. Apalagi ayah yang sangat pandai mengola mimik mukanya, it’s esy untuk menutupi rasa sedih. Tapi tidak untuk ibu, yaa walaupun bisa menyembunyikan ekspresi sedih tapi sikapnya itu lohh. Mulai dari pesan-pesan dari A sampai Z, pakaian dan makanan yang disiapkan seabrek kayak mau pergi jauuuuhhhh, trus ini ni yang suka bikin aku masih kayak anak kecil ditelpon tiap malem dengan pertanyaan yang sama setiap malamnya. Tiada malam yang terlewatkan tanpa menelpon anak-anaknya, kalaupun gak nelpon itu pasti karena gak ada singnal, kalo cuma sekedar kehabisan pulsa atau batre masih bisa pinjem handphone ayah atau adik-adik. Kekhawatiran yang berlebihan inilah yang kurang aku suka dari Ibu, ada pengalaman pahit tersendiri untukku. Karena kekhawatiran Ibu aku harus merelakan PMDK ku di pulau jawa pergi begitu saja dan harus puas hanya dengan kuliah di Palembang. Well, forget it bikin bad mood aja :D

Lanjoottt...
Tidak hanya orang-orang tua yang merasa kehilangan Atis, yang muda-muda juga. Nadya anak ke 4 pasti sedih karena pekerjaan rumahnya bertambah hhaaaa. Kedihan juga pasti dirasakan Ghaza, karena atis lah tukang ojeknya Ghaza, yang suka antar jemput Ghaza sekolah hhaa.. dan aku sendiri merasa kehilangan Atis, walaupun aku juga sudah punya rumah ke dua tetep aja rasa kehilangan itu ada, karena seluruh jiwa ku masih di rumah (bukan separuh ya :D).

Kesedihan juga pasti dirasakan Atis sendiri, untuk pertama kalinya dia jauh dari keluarga (gak jauh jauh banget, masih di wilayah Palembang). Pasti nih Atis nangis dan susah tidur di minggu-minggu pertama di rumah keduanya hhaa. Rasakan!!!

Especially untuk aku sendiri ya, padahal aku sudah lebih dari 6 tahun memisahkan diri dari keluarga  tapi masih aja kalau pulang ke rumah trus mau balik lagi ke rumah ke dua itu rasanya berattttttt banget, pasti melewatkan malam pertama di rumah kedua itu dengan tangisan rindu. Bawaan jomblo kali ya :D :D

Rumah seperti memiliki magnet yang sangat besar dan kuat dan tiap masing-masing dari kami memiliki bagian magnet itu. Kemanapun kami pergi kami pasti akan ditarik lagi oleh magnet yang besar. Dan kemanapun kami pergi pasti akan terkoneksi satu sama lain. Mungkin kalau nanti kami sudah berkeluarga dan memiliki rumah masing-masing, kami akan tetap ditarik oleh magnet rumah ini yang memiliki kadar cinta kasih yang sangat besar.



You Might Also Like

0 comments: