Separuh jiwa kami pergi
Adikku yang bernama lengkap Asfarotis Sholiha, panggil saja
Atis yang merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara telah menjadi mahasiswi, of
course semua orang yang menyayanginya pasti akan memberi selamat bertabur doa. Over all, dibalik kegembiraan itu semua ada
kesedihan dan rasa kehilangan.
Why?
Gak tau kenapa ya, tiap ada salah satu dari keluarga kami yang
keluar dari rumah atau tidak lagi tidur di rumah bisa juga dibilang sudah punya
rumah ke dua, itu seperti ada bagian dari diri kami yang hilang, padahal
perginya juga gak jauh-jauh banget.
Mulai dari nyai (nenek) yang merasa kehilangan Atis, karena
atis yang paling sering ke rumah nyai dan suka bercerita apa saja kepada nyai
sudah pasti nyai merasa kehilangan. Kalu atis
la pegi pastila gek nyai tekenang-kenang dengen suaro atis, katek lagi gek yang
manggel “nyaiiii” tiap minggu pagi. Hahahaa nyai lebay deh.
Next, Ayah dan Ibu. Bisa saja mereka menyembukan kesedihan
mereka dengan senyum sumringah. Apalagi ayah yang sangat pandai mengola mimik
mukanya, it’s esy untuk menutupi rasa sedih. Tapi tidak untuk ibu, yaa walaupun
bisa menyembunyikan ekspresi sedih tapi sikapnya itu lohh. Mulai dari
pesan-pesan dari A sampai Z, pakaian dan makanan yang disiapkan seabrek kayak
mau pergi jauuuuhhhh, trus ini ni yang suka bikin aku masih kayak anak kecil ditelpon tiap malem dengan pertanyaan
yang sama setiap malamnya. Tiada malam yang terlewatkan tanpa menelpon
anak-anaknya, kalaupun gak nelpon itu pasti karena gak ada singnal, kalo cuma
sekedar kehabisan pulsa atau batre masih bisa pinjem handphone ayah atau
adik-adik. Kekhawatiran yang berlebihan inilah yang kurang aku suka dari Ibu,
ada pengalaman pahit tersendiri untukku. Karena kekhawatiran Ibu aku harus
merelakan PMDK ku di pulau jawa pergi begitu saja dan harus puas hanya dengan kuliah
di Palembang. Well, forget it bikin bad mood aja :D
Lanjoottt...
Tidak hanya orang-orang tua yang merasa kehilangan Atis,
yang muda-muda juga. Nadya anak ke 4 pasti sedih karena pekerjaan rumahnya
bertambah hhaaaa. Kedihan juga pasti dirasakan Ghaza, karena atis lah tukang
ojeknya Ghaza, yang suka antar jemput Ghaza sekolah hhaa.. dan aku sendiri
merasa kehilangan Atis, walaupun aku juga sudah punya rumah ke dua tetep aja
rasa kehilangan itu ada, karena seluruh jiwa ku masih di rumah (bukan separuh
ya :D).
Kesedihan juga pasti dirasakan Atis sendiri, untuk pertama
kalinya dia jauh dari keluarga (gak jauh jauh banget, masih di wilayah
Palembang). Pasti nih Atis nangis dan susah tidur di minggu-minggu pertama di
rumah keduanya hhaa. Rasakan!!!
Especially untuk aku sendiri ya, padahal aku sudah lebih
dari 6 tahun memisahkan diri dari keluarga tapi masih aja kalau pulang ke rumah trus mau
balik lagi ke rumah ke dua itu rasanya berattttttt banget, pasti melewatkan
malam pertama di rumah kedua itu dengan tangisan rindu. Bawaan jomblo kali ya :D :D
Rumah seperti memiliki magnet yang sangat besar dan kuat dan
tiap masing-masing dari kami memiliki bagian magnet itu. Kemanapun kami pergi
kami pasti akan ditarik lagi oleh magnet yang besar. Dan kemanapun kami pergi
pasti akan terkoneksi satu sama lain. Mungkin kalau nanti kami sudah
berkeluarga dan memiliki rumah masing-masing, kami akan tetap ditarik oleh
magnet rumah ini yang memiliki kadar cinta kasih yang sangat besar.
0 comments: