Mekar

00:15 immobulus 0 Comments

Malam ini aku sengaja pulang malam, bukan karena lembur atau ada meeting di kantor. Tapi, aku berniat merapikan isi ruanganku, sepertinya harus di ubah tata letaknya untuk memberi sedikit nuansa yang berbeda setelah dua tahun yang melelahkan, dua tahun yang menguras perasaan, dua tahun yang lebih dari cukup membuatku mengerti arti cinta dengan pemahaman yang baru dari segala sudut-sudutnya yang bahkan dengan tinta seluas samudera Atlantikpun tak akan habis untuk menuliskan makna cinta.

Pukul 17.00 harusnya sekarang  aku menghabiskan weekend bersama Linda atau sekedar minum kopi untuk menghilangkan kepenatan. Ah, sudahlah. Mungkin dengan cara ini sedikit kesedihanku akan terkikis. Apakah aku bersedih? Tentu saja. Tapi, aku akan lebih bersedih lagi jika tidak melakukan hal itu. Entah apa yang ada dipikiranku saat itu. Yang pasti aku tidak tega merampas kebahagiaan anak-anak itu. Mungkin saat itu Rosie sudah ikhlas melepas Tegar untukku tapi, anak-anak itu? Mereka lebih membutuhkan kasih sayang Tegar. Mereka butuh seorang ayah yang selalu melindungi mereka dan membuat mereka merasa nyaman. Bukankah hakikat cinta adalah melepaskan? Aku belajar satu lagi pemahaman cinta dari sudut yang berbeda.

“Sekar, kau lupa dengan janjimu malam ini?” Suara Linda membuyar lamunanku.

“Kau ini. Tanpa salam. Tanpa mengetuk pintu main nyelonong aja masuk ke ruanganku. Memangnya ada janji apa? Aku sudah mengosongkan jadwalku malam ini. Aku ingin membereskan ruanganku dan sedikit ingin mengubah tata letaknya agar lebih indah.”

“Bukankah malam ini kita akan nonton film kesukaanmu? Kenapa kau tiba-tiba pelupa begini?”

“Astaga... Iya, aku benar-benar lupa maafkan aku. Tapi, sunggu aku tidak berminat lagi untuk menonton film itu. Aku ingin membereskan kantorku, membereskan ruang kerjaku”.

“Ya sudahlah, percuma saja membujuk orang yang lagi patah hati, seribu kata keluarpun tidak akan dihiraukan. Selamat menyibukkan diri Sekar. ”

Aku hanya melambaikan tangan, kemudian punggungya berlalu meninggalkan ruanganku.

 Empat puluh tujuh menit berlalu, sedikit sentuhan lagi ruangan ini akan menampakkan kesan lebih elegan. Yapp, Sempurna. Sentuhan bunga Mawar biru favoritku menyempurnakan keeleganan ruangan ini. Ah, mawar biru. Kenapa aku juga menyukai mawar biru seperti Rosie. Kenapa kami punya selera yang sama untuk urusan yang satu ini. Rosie sungguh kau adalah wanita yang sangat beruntung. Memiliki empat kuntum bunga dan Tegar yang selalu mencintaimu.  Kau pantas mendapatkan semua keindahan hidup ini Rosie. Tapi, apakah aku juga punya kesempatan itu? Aku juga ingin memiliki keluarga. Aku sama seperti wanita lainnya yang ingin dicintai sepenuhnya tanpa ada bayang-bayang masa lalu. Tanpa terasa air mataku menetes membasahi dokumen-dokumen usang ini.

Aku tepat berada dirumah sebelum pukul 09.00. Merendam diri dengan air panas dengan sentuhan aroma terapi akan sedikit membatu membuat otakku lebih relaks. Selesai mandi aku bersiap-siap tidur dan astaga... ada 11 panggilan masuk di handphone. Siapa malam-malam begini menghubungiku, mungkin Linda. Tapi, astaga nama yang muncul di layar handphone ini adalah tegar. Aku langsung menghubungi balik dan terdengar jawaban dari sana.

“Selamat malam Sekar..”

“Pagi, Tegar ada apa?”

“Kenapa pagi? Bukankah sekarang di Jakarta masih pukul 10.00 atau mungkin benua kita sudah berbeda?” Tegar selalu saja begitu, berusaha mencairkan suasana

“Bukankah kau pernah bilang, bagimu waktu selalu pagi. Diantara dua puluh empat jam sehari, pagi adalah waktu paling indah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga nun jauh di kaki pegunungan. “

“Hahahaa....Sekar, kau masih mengingatnya.”

Tentu saja tegar,  bukankah aku pernah menjadi bagian dari hidupmu, lirihku dalam hati “By the way, ada apa Tegar menelponku malam-malam begini?”

“Maaf Sekar mengganggu istirahatmu, tadi siang aku ingin menelpon tapi aku tahu jadwal kerjamu yang padat, mana mungkin kau menghiraukan dering handphone-mu ketika sedang asyik bekerja. Jadi, aku memutuskan menelpon malam saja.”

Papa..papa, apakah papa sudah bicara sama tante Sekar.  Suara itu sayup terdengar di handphone-ku, sepertinya itu suara kuntum bungan ke empat, Lili. “Sebentar sayang, ini Papa sedang menelpon tante Sekar”.

“Begini Sekar, minggu depan anak-anak libur sekolah dan kami sepakat akan ke Jakarta atas permintaan anak-anak. Mereka ingin bertemu kamu, terutama Lili, dia sangat merindukan kamu peri penolongnya” Tegar tertawa renyah.

Peri penolong, bagi Lili aku adalah peri penolongnya. Dihari pernikahanku yang seharusnya adalah hari paling bahagia dalam hidupku, aku harus merelakan sepotong hatiku pergi bersama cinta lamanya. Ya cinta lama itu adalah Rosie ibu dari Anggrek, Sakura, Jasmine dan Lili. Masih terukir jelas dalam ingatanku, Lili seorang anak kecil yang sangat polos dan dua tahun tidak pernah berkeinginan untuk bicara tiba-tiba hari itu bicara. Lili menangis dan memohon kepada Tegar agar Tegar tidak meninggalkannya. Lili begitu menyayangi Tegar, Lili tidak ingin memanggil Tegar dengan sebutan om seperti Anggrek,  uncle seperti  Sakura atau Paman seperti Jasmine, tapi Lili ingin memanggil Tegar dengan sebutan Papa. Lili menginginkan Tegar menjadi ayahnya. Wanita mana yang tidak tersentuh melihat peristiwa itu. Aku membuat keputusan besar dalam hidupku, keputusan yang mungkin aku tak akan sanggup untuk menjalaninya. Aku membatalkan pernikahanku dan merelakan Tegar untuk Rosie, lebih tepatnya untuk anak-anak. 

Sejak saat itu anak-anak Rosie mengenalku dan menganggapku sebagai peri penolong yang baik hati, tepatnya berbaik hati karena tidak merampas paman mereka yang hebat, keren, dan super yang sekarang mereka panggil dengan sebutan papa.

 “Bagaimana Sekar, apakah kau keberatan jika anak-anak menghabiskan liburan bersama tante Sekarnya”.  Pertanyaan tegar membuyar lamunanku.

“Tentu aku akan sangat senang sekali Tegar, aku juga sangat merindukan Lili, Jasmine, Sakura dan Anggrek.” Bagaimana mungkin aku menolak permintaan anak-anak itu, anak-anak yang baik hati dan berjiwa besar. Walaupun aku sangat sakit karena harus menikam sisa rasa cintaku kepada Tegar. 




Bersambung...



-----------------------


Menciptakan ending sendiri yang lebih berperasaan, anggap saja ini lanjutan kisah Sunset Bersama Rosie karya Darwis Tere Liye

You Might Also Like

0 comments: