Sempurna
Kau adalah darahku
Kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku lengkapi diriku
Sayangku kau begitu sempurna......
Pasti kenal dengan potongan lirik lagu ini. “Sempurna” yang
dipopulerkan oleh Anda and the BackBone. Tapi, saya lebih suka versi gitagut
heee...
But, kali ini saya g ngebahas Andra and the BackBone atau
gitagut ya. Saya, akan membahas s-e-m-p-u-r-n-a.
Seberapa pentingkah kesempurna untuk kalian? Atau sesempurna
apa diri kalian?
Tidak ada manusia yang
sempurna. Kalimat ini sangat familiar dan kalian pasti sependapat dengan
kalimat tersebut. Tapi, kalau manusia perfeksionis? Kalian pasti pernah
melihatnya, mungkin orang tua kalian, saudara, teman, pacar, guru, atau mungkin
diri kalian sendiri.
Well, saya juga mengenal orang ini. Orang dengan tingkat
perfeksionis yang agak tidak masuk akal menurut saya. Selain perfeksionis dia
juga sangat keras kepala dan egois. Dan semoga saya salah dengan statement ini.
Ketika masih berumur tiga tahun, anak ini mulai menunjukkan
tabiat keras kepalanya. Dia memaksa orang tuanya untuk mendaftarkan dirinya ke
sekolah taman kanak-kanak. Alasannya, dia bosan terus menerus tinggal di rumah
dengan pengasuh, walau kadang dia diajak ibunya ke sekolah tempat ibunya
mengajar, tetap saja tidak bisa menghapus kebosanannya.
Sempurnalah anak ini masuk sekolah pertamanya. “Dia anak
yang cerdas” kalimat itu yang dikatakan guru TK-nya ketika Ibu anak ini menanyakan
bagaimana sikap anaknya ketika sedang belajar dan berinteraksi dengan
teman-temannya. Dia dengan sempurna mempraktikkan semua yang diajarkan oleh
gurunya. Menggambar, mewarnai, bernyanyi. Terbukti dengan berbagai perlombaan
yang dia menangkan. Jangan dipikir dia
anak yang manis dan penurut. Dia tipikal anak yang pemberontak, suka melakukan
eksperimen yang membuat gurunya khawatir, dia juga suka menjahili
teman-temannya sampai menangis.
Di rumah, anak ini seperti gasing. Tidak bisa diam. Melakukan
berbagai eksperimen yang tidak jarang membuat orang tuanya jengkel Hahaaaa. Dia paling suka melakukan hal-hal
yang dilarang orang tuanya. Semakin dilarang dia semakin penasaran. Katanya untuk
membuktikan apakah orang tuanya berbohong atau tidak. Seperti dilarang orang
tuanya menyentuh colokan listrik nanti bisa pingsan. Kurang 2x24 jam dia melakukannya dan bisa
ditebak apa yang terjadi. Dia kesetrum hahaa... dan hebatnya dia berkata “Ah cuma
sakit dikit doang kayak digigit semut, gak nyampe pingsan”. Sangat keras
kepala.
Bahkan keras kepala ini sudah terlihat ketika dia berumur
enam bulan. Dia melakukan eksperimen menabrakkan diri ke lemari kaca. Alhasil sempurnalah
12 jahitan menyatukan robekan di kepalanya. Ketika umur satu tahunan, dia
belajar berjalan dan mencoba berlari menghampiri pamannya yang sedang merokok. Sempurn,
rokok menempel di pipinya dan meninggalkan bekas yang sampai sekarang masih
bisa dilihat di pipinya. Masih diumur satu tahunan, dia melakukan eksperimen
menjepitkan jari ke pintu yang membuat kuku telunjuknya tumbuh tidak sempurna
sampai sekarang. Berlanjut umur lima tahun dia memanjat bangunan rumah yang
belum jadi. Dia terjatuh dan sempurna potongan balok kayu yang runcing menancap
dibetisnya dan lagi-lagi bagian tubuhnya dijahit.
Memasuki bangku sekolah dasar, anak ini juga sempurna
menciptakan goresan-goresan merah ditubuhnya, selalu membuat orang tuanya khawatir.
Anak ini juga seorang provokator yang handal, dia menghasut teman-temannya
untuk bermain sepeda di jalan raya, kebut-kebutan dan melakukan atraksi seperti
bersepeda tanpa memegang setang. Dia juga tipikal anak yang tidak cepat puas,
ketika memanjat pohon dia tidak puas hanya dengan memanjat saja, dia bahkan
mencapai dahan tertinggi di pohon dan melakukan atraksi seperti monyet. Sangat aneh.
Tuntutan kesempurnaannya juga terlihat di sisi akademik. Dia
dengan sempurna menyandang ranking 1 di sekolah dasar dan sekolah menengahnya. Dan
untuk selanjutnya, kesemputnaan akademiknya turun perlahan, ada faktor X. Belakangan
saya dengar dia tidak melakukannya (belajar) dengan sepenuh hati karena
disiplin ilmu yang dia jalani tidak sesuai dengan keinginannya.
Ingin semua terlihat sempurna. Dia bahkan melihat semua hal
dengan detail. Pernah waktu SD dia sangat marah karena bajunya kotor. Bukan kotor
karena bermain atau dijahili teman. Tapi, karena mbak-mbak yang mencuci baju tidak bersih
mencuci bajunya. Akhirnya keesokan harinya di hari minggu dia “memandori”
pembantunya, memastikan semua pekerjaan pembantu itu sempurna. Agak ekstrim
kalau menurut saya. bisa dibayangkan bagaimana perasaan pembantu itu dimandori
sepanjang hari. Sangat egois.
Ada yang lucu juga dari sifat perfeksionisnya. Ini agak aneh
menurut saya. dia suka memasangkan benda-benda . Terlihat dari pernak-pernik di
kamarnya yang hampir semuanya
berpasang-pasangan. Kalau ada benda yang tidak ada pasangannya dia akan
menyingkirkan atau mencarikan pasangan untuk benda itu.
Sekarang anak ini sudah beranjak dewasa dan sifat
perfeksionisnya masih jelas terlihat. Sebelum berangkat kuliah dia memastikan
semuanya sempurna versi dia. Tidak ingin ada celah pada penampilannya. Sebab,
kalau hal itu terjadi, bisa-bisa dia badmood sepanjang hari sampai matahari
bersembunti.
Oh iya, saya hampir lupa dibagian ini. Dia sangat
perfeksionis untuk tugas-tugas yang dibebankan pada dirinya. Ketika masih
berumur 9 tahun, pernah dia disuruh ibunya masak air. Dia sangat detail menanyakan
hal-hal untuk masak air, seperti berapa banyak air dimasak, memakai apa, berapa
suhu kompornya dan berapa lama airnya matang. Tapi sayang, dia mewarisi sifat
ayah dan ibunya yang sangat pelupa. Sifat pelupanya juga sangat sempurna. Dia lupa
kalau lagi masak air. Teko untuk masak air sempurna kering dan menghitam. Takut
dimarah ibu, dia mencuci teko itu dengan sempurna menghabiskan 60 menit lebih. Alih-alih
dimarahi, dia malah dipuji karena tekonya sempurna mengkilat seperti baru. Hahaaaa.
Untuk tugas-tugas sekolah anak ini juga sangat perfeksionis.
Dia tidak ingin ada yang salah pada tugasnya. Salah meletakkan tanda titik
saja dia langsung menganti kertas dan menulis ulang tugasnya. Dan untuk urusan
ini dibawanya sampai ke bangku kuliah.
Pada saat mengerjakan tugas akhir, dia hampir stres karena
ulah perfeksionisnya sendiri. Dia ingin aplikasi yang dibuatnya sempurna. Ya mana adalah
aplikasi yang sempurna. Bahkan raksasa Google pun masih ada celah. Untuk urusan
interface aplikasi, anak ini menghabiskan tidak kurang dari dua minggu hanya untuk
memikirkan desain, warna, dan ukuran tampilannya. Sempurna dia menghabiskan
tenaga dan pikirannya hanya untuk urusan interface sampai mengabaikan kewajiban
yang lain.
Next, Laporan skripsi. Terlihat betapa keras kepalanya anak
ini. Sering terjadi pertengkaran kecil dengan rekannya karena hal-hal sepele. Seperti
rekannya lupa menulis nama gambar, posisi tabelnya salah, kaimat-kalimatnya
tidak indah menurut versi dia. Untuk urusan sekecil itu saja dia bisa
marah-marah tanpa pikir panjang apakan nanti rekannya ini akan kecewa atau
sakit hati. sungguh tidak berperasaan, bicara baik-baikkan bisa. Jangan marah-marah
neng.
Dia menginginkan tugas akhirnya sempurna, sampai-sampai
pernah satu kali enam hari dalam seminggu dia ke menghadap dosen pembimbingnya
untuk konsultasi , yang jadwal seharusnya adalah dua kali seminggu. Mungkin dosennya bosan dan jengkel denga tingkah perfeksionis anak ini. Dia bahkan suka
menanyakan pertanyaan yang sama ketika bimbingan hanya untuk memastikan semua
berjalan dengan sempurna.
Perfeksionis boleh, tidak dilarang, malah dianjurkan. Tapi,
jangan sampai seperti anak ini. Lihatlah semua tingkahnya, lebih banyak
negatifnya. Karena perfeksionis dia jadi egois, keras kepala dan kadang tidak
berperasaan.
Kita adalah makhluk sosial. Ingat itu. Perhatikan orang-orang
disekeliling kalian. Jika perfeksionis itu mengganggu mereka dan membuat mereka
kurang nyaman, kurangilah. Kecuali jika kalian hidup sendirian di dunia ini,
terserah kaliah mau membuat apa saja terlihat sempurna versi kalian.


Baguz cah isi blognya yg di pos nii.. (y) :)
ReplyDeletemakasih yuda
Delete