Takdir Kaya

22:07 immobulus 0 Comments

 
"Kakak lempar bolanya kesini" Suara lucu anak kecil yang minta bolanya dari tangan Zes.
 
"Terima ini, hiaacccchh....." Zes melempar bola sambil menirukan gaya kungfu kartun kesukaannya.
 
"Anak itu lucu ya, Zes"
 
"Iya, anak yang periang". Zes baru menyadari kalau ada orang disampingnya. "Eh... kamu siapa?"
 
"Kaget ya? Kamu kira aku Saturnus ya? Haha". Orang itu menertawakan tingkah Zes yang menahan malu ketika nama Saturnus disebut.
 
"Gak ah.. kamu temannya Saturnus ya?"
 
"Iya, teman kamu juga"
 
Zes berusaha mengingat-ingat. Tapi sepertinya dia memang tidak mempunyai teman seperti orang yang dihadapannya saat ini. "Maaf, mungkin aku lupa. Nama kamu siapa? Dimana kita pernah bertemu?"
 
Gadis itu tersenyum lembut. "Aku memang bukan bagian penting dalam hidupmu Zes, aku hanya sebentar mengenalmu."
 
Zes masih berusaha mengingat sesuatu. Zes memang pelupa . Sudah biasa dia lupa nama temannya ketika kebetulan bertemu seperti ini.
 
"Kau lihat anak disana, Zes?"
 
"Iya" Zes menganggukkan kepala.
 
"Kita pernah bermain bersama di taman ini waktu seumuran mereka".
 
Zes masih berusaha mengingat sesuatu.
 
"Tapi, sayang hanya sebentar kita bermain". Gadis manis itu melanjutkan kata-katanya. "Ah, sudahlah. Kejadian itu sudah lama sekali, wajar kalau kamu lupa". Gadis itu menarik napas panjang.
"Kamu cantik sekarang, Zes berbeda dengan yang dulu, dulu kulit kamu coklat kehitaman karena sering bermain seharian di taman ini".
 
"Haha, kalau itu aku ingat. Tapi, rasanya dulu temanku laki-laki semua. Tidak ada teman perempuan yang mau diajak main sepeda panas-panasan".
 
"Itu ketika kamu sudah mulai sekolah, Zes. Hmm kamu memang benar-benar lupa. Inilah salah satu sifat burukmu Zes, kamu mudah melupakan hal-hal kecil".
 
Mereka berjalan menuju kursi taman di bawah pohon sakura. Gadis manis itu melanjutkan pembicaraannya. "Sampai sekarang kebiasaan burukmu itu tidak berubah, kamu masih suka lupa, lupa pada kebaikan orang-orang disekelilingmu, kamu tidak pandai bersyukur".
 
Zes mulai kebingungan, menerka-nerka arah pembicaraan gadis manis ini.
 
"Sudah lama saturnus kembali ke Paris ya".
 
"Eng... darimana kamu tahu?".
 
"Mudah ditebak. Biasanya kamu selalu bersama Saturnus ke taman ini. Tapi, sekarang kamu sendirian".
 
"(Hmmm, mungkin perempuan ini mantan pacar Saturnus atau penggemar Saturnus)" Zes bergumam dalam hati. "Kamu mau menum sesuatu? Ada penjual minuman disana". Zes mengajak gadis itu membeli minuman berusaha membuat suasana lebih cair.
 
"Jangan sok baik". Gadis manin itu menjawab dengan sinis. Kontan saja membuat Zes terkejut. "Jangan sok baik! itu kan kata-kata yang kamu ucapkan jika Saturnus menawarkan sesuatu. Hahaa".
 
"Saturnus cerita sama kamu ya? Kamu pacarnya ya?".
 
Gadis itu tersenyum lembut. "Tidak Zes, Saturnus orang baik, tidak mungkin dia menceritakan kelakuan anehmu kepadaku". Gadis manis itu memetik bunga sakura, menciumnya kemudian melanjutkan kata-katanya. "Tapi sayang, cinta orang sebaik saturnus kamu abaikan, Zes. Kamu putuskan. Ketika dia berusaha kembali ke kehidupanmu, kamu tolak. Kamu mencintai orang asing yang mungkin tidak lebih baik dari Saturnus". Gadis itu menghela napas sejenak. "Hmm.... Kamu bisa rasakan itu kan, Zes? Ketika kamu butuh teman untuk bercerita, Saturnus selalu ada. Ketika kamu butuh teman untuk jalan-jalan, Saturnus tidak pernah menolak ajakanmu. Bahkan ketika dia jauh di belahan benua yang lain, dia masih peduli denganmu. Kadang dia berusaha menahan kantuknya tengah malam hanya untuk mendengar ocehanmu".
 
Zes hanya diam sambil mengenang hari kemarin, hari dimana Saturnus selalu ada untuk dia. Zes ingat semua tentang Saturnus.
 
"Benar kata pujangga, cinta kadang melumpuhkan logika, sejak zaman manusia pertama diciptakan. Banyak yang sukses dengan cintanya, tapi tidak sedikit yang merana karena sebongkah perasaan yang disebut cinta".
 
"Dan sekarang, secara logika Saturnus tidak kurang satu apa pun, Zes. Dia baik, cerdas, tampan, perhatian dan mencintaimu sepenuh hati. Tapi, cintamu untuk dia telah dikalahkan oleh cintamu untuk pria asing itu, benar kan Zes?"
 
Zes hanya diam, menatap dengan tatapan kosong kolam kecil dihadapannya.
 
"Kamu tidak akan menemukan laki-laki seperti Saturnus lagi, Zes".
 
Zes bingung. "Maksud kamu?"
 
Gadis manis itu kembali memetik bunga sakura yang menjuntai disampingnya. "Takdir langit adil, Zes. Laki-laki yang baik diciptakan wanita yang baik".
 
Zes kembali bertanya. "Maksud kamu Saturnus akan menikah? Dia akan menikah dengan kamu ya?"
 
"Kalau iya kenapa haha, kamu tidak akan menjambak rambutku disini kan?" Gadis itu menertawakan Zes yang salah tingkah. "Bukan, Zes. Bukan aku orangnya. Seorang laki-laki baik ditakdirkan untuk hidup bersama dengan wanita baik, dimanapun mereka berada, serumit apapun kisah hidup mereka, mereka pasti akan bertemu. Algoritma Tuhan yang maha canggih dan tanpa error yang mengatur jalan ceritanya. Saturnus menemukan tulang rusuknya di Paris, kota impiannya".
 
"Tidak mungkin". Zes berkata lirih.
 
"Nothing impossible, Zes. Kamu cemburu ya?"
 
Zes hanya diam, tidak bergeming dari tatapan kosongnya.
 
"Saturnus laki-laki baik, Zes. Dia tetap mencintaimu. Tapi, cinta itu berevolusi menjadi rasa persaudaraan. Kamu memiliki tempat di hati Saturnus, sebagai saudaranya, sebagai adiknya yang akan selalu disayanginya, bukankah itu yang kamu inginkan?"
 
"Biar aku ceritakan sedikit tentang gadis Saturnus itu, jika kamu mau, kamu pasti penasarankan wanita mana yang bisa menaklukkan hati Saturnus?"
 
Zes mengangguk, mengiyakan ucapan gadis manit itu.
 
"Dia adalah wanita yang cantik Zes, sangat cantik lebih cantik dari kamu". Gadis manis itu tersenyum melihat wajah Zes tanpa ekspresi. "Tapi dia sederhana, tidak pernah mengumbar kecantikannya apalagi bersikap menggoda agar laki-laki meliriknya. Sesederhana bunga tulip kesukaanmu".
 
Zes menoleh, darimana perempuan ini tahu kalau aku menyukai bunga tulip, pikirnya dalam hati.
 
"Dia juga cerdas Zes, kecerdasannya tidak dirgukan lagi, dia juga aktif dan ceria. Tidak seperti kamu yang tidak seuka keramaian dan pemurung".
 
Zes mulai risih dan jengkel. Dia tidak suka dibanding-bandingkan dengan siapapun.
 
"Bisa aku teruskan, Zes? Sepertinya kamu tidak suka".
 
"Teruskan saja". Zes menjawab sinis.
 
"Dia juga sangat baik Zes. Kebaikannya itulah yang membuat Saturnus jatuh cinta. Kau tahu berapa banyaknya orang-orang jompo di Paris dibanding anak mudanya?"
 
"Tidak tahu". Zes menggeleng.
 
"Banyak Zes. Sangat banyak. Kota romantis itu menyimpan banyak orang-orang jompo. Kehidupan jompo yang kurang harmonis dengan anak-anak mereka. Anak-anak mereka sibuk memikirkan fashion sampai lupa apakah orang tua mereka sempat ganti baju atau tidak di panti jompo. Tapi gadis itu bak malaikat bagi mereka, Zes. Dia meluangkan akhir pekannya untuk menghibur para jomblo itu atau sekedar menemani mereka berjalan-jalan di taman dan sekitaran menara Eifel. Gadis itu menganggap para jompo seperti kakek dan neneknya sendiri. Kadang dia juga suka menyuapi mereka, bahkan pernah mengganti popok mereka".
 
Zes kembali tertegun, sepertinya dia sedang mengingat sesuatu. Ya, dia ingat orang tuanya. Selama ini dia berlaku kasar kepada orang tuanya, suka membantah, jauh sekali dari sifat lemah lembut kepada orang tua.
 
"Coba bandingkan dengan dirimu, Zes. Ah.. sudahlah. Kamu kan tidak suka dibandingkan denga siapapun". Perempuan itu menarik napas, membiarkan Zes berpikir sejenak. "Aku akan menceritakan bagian romantisnya, Zes. Waktu itu Saturnus sedang memotret pemandangan dan orang-orang di sekitar Eifel. Kau tahu sendirikan jika Saturnus sudah memegang kamera, dia bisa lupa segalanya".
 
"Tapi, pancaran sinar kebaikan dari wajah gadis itu mampu mengalihkan perhatiannya. Saturnus memotret beberapa kali wajah gadis itu ketika gadis itu menemani sepasang jompo bernostalgia di bawah Eifel. Minggu sore yang indah di kota romantis. Sejak saat itulah Saturnus rutin ke menara Eifel setiap minggu sore, sampai dia berhasil berkenalan dengan gadis itu. Skenario Tuhan yang indah ya, Zes".
 
"Terus?" Zes menantikan kelanjutan kisahnya.
 
"Terusm selanjutnya aku tidak bisa menceritakannya lagi Zes. Itu menjadi rahasia mereka berdua. Yang aku tahu mereka akan merencanakan pernikahan".
 
"Benarkah?". Mata Zes mulai berkaca-kaca.
 
"Kita tahu arti memiliki ketika kita kehilangan. Itu kata-kata yang tepat untukmu, Zes. Kamu harus ikhlas. Kalian memang ditakdirkan untuk menjadi sahabat bukan sepasang kekasih. Aku tahu, di dalam hatimu masih ada cinta untuk Saturnus. Tapi itu kisah lama. Cinta kalian berevolusi menjadi rasa persaudaraan. Kamu sedih karena kamu takut kehilangansahabat terbaikmu kan? Tidak ada lagi yang menemanimu ke taman, menjawab panggilan skype-mu, mendengar ocehanmu sampai malam, tidak ada lagi tempat curhat terbaikmu".
 
Kali ini bulir-bulir bening mulai mengairi wajah Zes.
 
"Jangan khawatir, Zes. Tidak akan ada yang berubah dari Saturnus, dia tetap Saturnus yang kamu kenal, hanya saja kamu harus tahu diri. t a h u d i r i. Itu saja".
 
Zes menyandarkan punggungnya disndaran kursi taman.
 
"Berjanjilah padaku Zes, nanti ketika Saturnus mengabarkan pernikahannya, kamu harus gembira. Kamu harus ikut merasakan kebahagiaannya. Jangan membebaninya dengan tangisanmu, Zes. Kamu maukan berjanji?"
 
Zes hanya tertunduk dan menangis. "Aku akan kehilangan Saturnus, aku akan sendirian".
 
"Tidak, Zes. Kamu tidak akan sendirian, asal kamu mau mengubah sedikit saja sifat burukmu". Gadis manis itu berusaha menenangkan Zes. "Selama ini kamu sering mengabaikan orang-orang disekitarmu, kamu juga suka mengeluh jika yang terjadi tidak sesuai dengan rencanamu. Mulai sekarang ubah kebiasaan burukmu itu Zes, sebelum terlambat".
 
Zes masih diam, menangis dalam diam.
 
"Lihatlah orang tuamu Zes, mereka teramat sayang padamu. Makanya mereka melarang kamu pergi jauh-jauh. Tapi kamu mengartikannya berbeda. Kamu merasa didiskriminasi, saudara-saudaramu diperbolehkan pergi kemana saja, sementara kamu tidak. Ada rahasia dibalik semua ini Zes, nanti aku ceritakan".
 
"Kau tahu, Zes. Semua orang-orang disekitarmu menyayangimu. Kamu tidak menyadarinya, tentu saja karena hatimu dipenuhi dengan prasangka burukmu. Kamu sensitif yang negatif". Gadis itu menghela napas panjang.
 
"Oh iya, aku lupa sesuatu. Kabar baik untukmu, tidak lama lagi kamu akan menemukan pasanganmu, Zes. Seorang laki-laki yang akan selalu ada untukmu Zes, orang yang akan menemanimu dalam suka dan duka, orang yang kelak akan menjadi suamimu".
 
"Berapa lama lagi aku akan bertemu dengan orang itu?"
 
"Tergantung, Zes. Tergantung berapa lama lagi sifat burukmu bisa berubah. Tapi, tidak disini. Tidak di kota ini. Di tempat lain, Zes. Di tempat impianmu."
 
Gadis manis itu berdiri, menggerakkan langkah pertamanya, dia ingin segera pamit pulang.
 
"Tunggu! Kamu belum menyebutkan siapa namamu". Kata-kata Zes, menghentikan langkah gadis manis itu.
 
Gadis manis itu kembali duduk"Oh, iya. Aku belum memberi tahu namaku ya. Jawaban ini sekaligus menjawab pertanyaan kenapa kamu tidak diizinkan pergi jauh-jauh ke tempat impianmu". Gadis manis itu menarik napas panjang, tiga kali helaan napas, kemudian dia melanjutkan ceritanya.
 
"Aku teman kecilmu, Zes. Kaya. Dulu waktu kecil sama seperti suasana hari ini, kita bermain. Sama seperti anak-anak yang sedang bermain disana". Kaya menunjuk sekerumunan anak-anak yang sedang bermain.
 
"Tapi, sore itu kamu bandel sekali tidak mau diajak orang tuamu pulang. Kamu juga memaksa aku bermain lagi, mengejar kupu-kupu. Orang tuamu tidak kuasa menolak keinginanmu. Akhirnya orang tua kita sepakat untuk menunda pulang beberapa menit lagi. Kamu ceroboh sekali Zes. Kamu mengejar kupu-kupu sampai ke pinggir jalan, dan aku mengikutimu dari belakang. Disaat bersamaan ada mobil dengan kecepatan tinggi melintas. Kita berdua ditabrak Zes. Tapi yang kuasa berbaik hati, kita masih diberi kehidupan".
 
"Kamu kemana setelah kejadian itu?". Zes bingung sekaligus penasaran.
 
"Aku menjalani kehidupan di tempat lain,  dengan cara yang berbeda, Zes."
 
"Tunggu... Maksud kamu, kamu pindah ke luar kota?"
 
Gadis manis itu menggeleng. "Tidak, Zes. Tuhan menyuruhku pulang, aku kehilangan kehidupanku di bumi dan melanjutkan kehidupanku di tempat terindah. Sementara kamu, kamu kehilangan matamu Zes, sehingga orang tuaku memutuskan memberikan mataku untukmu. Kita sama-sama melanjutkan kehidupan setelah kejadian itu. Tapi di tempat yang berbeda dan dengan cara yang berbeda pula".
 
Zes meraba matanya. "Mata ini... Jadi..."
 
"Iya, Zes. Itu mataku. Dan kamu tahu, Zes? Orang yang menabrak kita adalah orang tua Saturnus. Mereka bertengkar di dalam mobil dengan kecepatan tinggi hingga menewaskan gadis manis ini". Kaya meringis pura-pura menangis gaya anak-anak.
 
"Tidak mungkin". Zes tidak percaya.
 
"Kabar baiknya, sejak peristiwa itu orang tua Saturnus tidak pernah bertengkar lagi, mereka menjelma menjadi orang-orang baik. Kamu ingat kan Zes ketika kamu makan malam di rumah mereka, orang tua Saturnus sangat romantis".
 
"Iya". Zes ingat waktu itu suasana makan malam sangat hangat dan menyenangkan.
 
"Semoga kamu bisa mengerti kenapa orang tuamu tidak mengizinkan kamu pergi ke tempat yang jauh seperti yang kamu inginkan. Karena kamu terlampau ceroboh dan keras kepala. Mereka tidak ingin peristiwa itu terjadi untuk kedua kalinya".
 
Zes kembali menitikkan air mata. Kali ini lebih banyak lagi kristal bening yang keluar dari matanya.
 
"Tidak ada yang tahu rahasia ini, Zes. Orang tuamu dan orang tuaku sepakat untuk menutup kasus ini. Menutup kisah pahit ini. Mereka menerima dengan lapang dada, menerima ini sebagai takdir Tuhan. Setelah kejadian itu, orang tuaku pindah ke luar kota untuk mengaburkan kenangan yang menyedihkan ini". Kaya ikut menitikkan air mata, kejadian itu masih tergambar jelas dalam ingatannya, kejadian yang merenggut nyawanya.
 
Kaya kembali melanjutkan ceritanya. "Sampai sekarang orang tua Saturnus juga tidak tahu bahwa yang mereka tabrak waktu itu adalah aku dan kamu, kasus itu telah ditutup, orang tua kita sepakat tidak akan mengungkit-ungkit kejadian itu lagi, karena akan semakin menambah kesedihan, terutama bagi kedua orang tuaku, Zes".
 
"Biarlah ini menjadi rahasia kita juga, Zes. Jangan sekali-kali kamu membicarakan hal ini kepada kedua orang tuamu karena mereka akan merasa sedih, mereka merasa bersalah Zes, karena kamu penyebab kematianku, karena kamu tidak mau pulang dan memaksaku bermain waktu itu".
 
"Maafkan aku, Kaya". Tangis Zes semakin menjadi-jadi.   
 
"Tidak ada yang salah atas kejadian itu, Zes. Itu adalah takdir, skenario Tuhan yang sangat indah karena aku lebih cepat bisa merasakan keindahan tempat yang paling indah ".
 
"Berjanjilah untuk selalu menjaga rahasia ini, rahasia kita berdua".
 
Zes mengangguk. "Iya, aku janji". Zes, menghapus air matanya dan kembali bertanya kepada Kaya. "Kaya, apakah kita akan bertemu lagi? Zes menggenggam tangan Kaya.
 
"Tentu saja, Zes. Aku akan memantau apakan mataku akan baik-baik saja hahaa..." Kaya berusaha meredakan suasana haru dengan candaan ringannya. "Tapi tida sering, Zes. Karena aku ada kesibukan di tempat baruku". Kaya tertawa kecil. "Aku akan mengunjungimu dalam mimpi, seperti saat ini. Aku pamit ya, Zes. Sampai betemu lagi". Kaya melambaikan tangannya.
 
Zes menyambut lambaian tangan Kaya, Kaya menghilang bersama cahaya ketika Zes membuka matanya dan benar-benar terbangun dari tidurnya.
 
 
 
 
 

You Might Also Like

0 comments: