Blue Veil

15:26 immobulus 0 Comments



Ombak berdebum menghempaskan diri dikerasnya batu karang, diselingi nyanyian buih-buih dan semilir angin. Senja menapaki kaki langit. Seperti tarian selamat datang yang disuguhkan pantai cakntik ini. Aku memicingkan mata membidik siluet senja yang singkat. Teman-teman yang lain sibuk dengan keseruan masing-masing,  ada yang bermain voly pantai, berselancar dan ada yang hanya berjalan-jalan dibibir pantai dengan yang terkasih.



Tapi, tidak dengan perempuan yang satu ini. Dia sangat biasa-biasa saja dan selalu berbeda. Hembusan angin pantai mengibarkan jilbab birunya. Ia sedang menuliskan sesuatu kemudian tulisan itu hilang disapu ombak. Senyum simpul terbit dari bibirnya, ia mendongakkan wajah ke langit. Sesekali aku ambil fotonya. Gadis ini istimewa.

***

Hari pertama masuk sekolah setelah libur akhir tahun. Tidak ada yang berbeda dengan suasana selokah. Beberapa anak menceritakan keseruan liburan di Bali seminggu yang lalu. Dan aku sendiri bergegas menyelesaikan majalah sekolah dengan hiasan pantai Kuta di halaman depan. Tentu saja hanya foto-foto terbaik yang akan muncul dimajalah.

Ini tugas terakhirku di redaksi majalah sekolah. Setelah ini, aku dan anak-anak kelas dua belas lainnya akan disibukkan dengan belajar intensif, try out dan kegiatan pendukung untuk mensukseskan ujian nasional. Ahh.. tidak bisa lagi melihat jilbab biru setelah kelulusan.


***

Aku menatap jilbab biru dari kejauhan. Tentu saja dia tidak mengenakan jilbab biru dengan seragam sekolah. Itu hanya julukan untuknya saja, karena sepertinya dia menyukai warna biru. Aku hampir hafal kebiasaanya pada waktu jam istirahat. Dia tidak bergegas ke kantin seperti yang lainnya. Mungkin untuk menghidari keramaian karena dia tidak terlalu suka keramaian. Tapi, belakangan aku baru tahu ternyata dia menggunakan jam istirahat untuk beribadah, kemudian baru ke kantin disisa jam istirahat.


Hari ini aku sengaja tidak ke kantin di awal. Aku menolak ajakan teman-teman dengan alasan ke ruang OSIS untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Kenyataannya tidak demikian. Aku sengaja mengulur waktu agar bisa melihat jilbab biru.

Tepat. Jilbab biru sedang memesan makanannya dan duduk dikursi nomor sembilan dari kiri dua dari kanan selang satu meja di depan dan dua meja dibelakang. Aku tahu persis kursi favoritnya. 

"Boleh gabung?" Dengan percaya diri aku menghampirinya.
"Silahkan kak."

Pesanan kami sudah datang, tapi kami masih terdiam. Aku tidak tahu menggunakan kata-kata apa untuk membuka perbincangan ini. Bahkan ini lebih sulit dari membuat kata sambutan ketua OSIS. 

"Gak nyampe sebulan lagi ujian nasional ya kak.." Malika membuka percakapan, suara renyahnya sangat menyanagkan. Bahkan ketika dia marahpun sepertinya masih terasa merdu didengar.
"Iya, sekarang kelas dua belas lagi sibuk-sibuknya mempersiapkan diri."
"Kak Louis mau kuliah dimana? Ke luar negeri ya kayak cece-nya kakak?"
"Kakak mau di Indonesia saja, kalau gak di Jakarta atau Bandung."
"Oh.. GoodLuck aja kak.."
"Hehee.. makasih Malika"

Perbincangan super singkat untuk pertamakali itu berakhir menyenangkan. Ternyata jilbab biru cukup ramah. Tidak dingin seperti dalam benakku selama ini. 

***

Perbincangan berlanjut di hari jumat. Ketika teman-teman muslim shalat jumat. aku tidak sengaja bertemu jilbab biru di kantin.

"Boleh gabung.."
"Silahkan kak.." Malika menjawab sebelum memulai suapan pertamanya. "Sepertinya kakak mengikutiku terus"

Jlebbb. Mengapa anak ini berkata seperti itu. "Ahh kebetulan saja". Jawabku singkat sambil menahan malu, mungkin butiran-butiran merah menyembur dipipiku karena malu. Ya, memang hari ini hanya kebetulan saja aku betemu Malika di kantin tidak seperti tiga hari yang lalu, itu memang direncanakan. 

"Ahh jujur saja, kak Louis selalu mengamatiku dari jauh, iya kan? Memberi perhatian lebih di lapangan ketika ekskul memanah dan pramuka. Kakak menyukaiku?" Ucapnya santai sambil menyeruput cappicuno kesukaannya.

Belum sempat aku menjawab dia melanjutkan opininya.

"Sejak masa orientasi siswa baru kakak sudah memperhatikan aku. Sesekali menyuruh teman kakak yang perempuan untuk membberikan minuman atau sekedar bertanya apakah aku lelah ketika senior menghukumku?"

Aku hanya terdiam. Tidak tahu mau berkata apa. Tidak menyangka jilbab biru akan berkata seperti itu. 

"Itu mungkin tidak adil bagi teman-teman seangkatanku kak. Dan aku agak kecewa, bagaimana mungkin anggota OSIS yang disegani melalukan hal demikian. Baru anggota OSIS saja sudah nepotisme apa lagi kalau jadi pejabat atau orang yang lebih dihormati. Bisa-bisa seluruh keluarga dan rekan kakak dipermudah segala urusannya."

Aduhh. Aku sunggu tidak bermaksud demikian malika. Aku hanya bisa membela diri dalam hati.

"Ketika di Bali. Memotret tanpa sepengetahuanku. Aku bahkan tidak terlihat diantara teman-teman. Tapi, kakak bisa menemukanku, itu karena kakak menyukaiku kan? Tidak perlu dijawab."

"Kenapa kamu bisa berkesimpulan seperti itu Malika? Itu hanya kebetulan, aku melintas mengambil foto untuk dokumentasi dan majalah sekolah. Itu memang tugasku. Kamu hanya GR." Terpaksa aku mengatakan kalimat itu, aku terlanjur malu dengan kata-kata Malika.

"Yaaa... terlepas dari itu semua benar atau tidak, aku hanya memperingatkan. Jangan sampai rasa suka kakak terlalu jauh. Nanti sakit. Sebentar lagi ujian nasional setelah itu kakak akan memasuki masa kuliah. Akan lebih baik jika kakak fokus memperkokoh fondasi masa depan kakak. Lagi pula, jika kita bertemu lagi dimasa depan, kita tidak akan bisa bersama. Kita beda KEYAKINAN." Malika menghela napas sejenak, mungkin memikirkan apa yang akan dikatakan selanjutnya, sok dewasa sekali anak ini. "Setelah ini, aku akan sangat berterima kasih jika kakak berhenti memperhatikanku. Makananku sudah habis, aku duluan kak." Jilbab biru dengan senyum simpulnya berlalu tanpa mendengar penjelasan dariku.

Astaga.... Bagaimana mungkin dia tahu semuanya. Sangat sensitif. Dan, bagaimana mungkin dia berani berkata demikian. Sangat percaya diri, lebih tepatnya ke-GR-an. Yaaa.. walaupun semua yang dikatakannya benar. Mungkin hanya dia yang bisa berkata seperti itu dari sekian ribu perempuan. Malika benar. Walaupun dia mempunyai rasa yang sama tapi keyakinan kami berbeda. Akan kusimpan selalu foto kibaran jilbab biru di pantai Kuta.

***

"Darrrr....... Ayo lagi liat apa??" Suara khas belahan jiwaku membuyar lamunan.
"Kebiasaan deh, suka ngagetin, nanti kalau suamimu ini mati karena kaget gimana?"
"Lagi liat apa sih, sampai gak denger istrinya manggil-manggil"
"Ini lagi liat foto-foto SMA aja, bernostalgia memutar waktu sepuluh tahun yang lalu."
Istriku memonyongkan mulutnya sambil berkata dengan nada sok sebal. "Foto-foto SMA apa foto gadis berjilbab biru itu?"
"Kenapa manyun gitu? honey-ku cemburu yaa? Hahaa". Aku menggodanya, melihat ekspresi mukanya yang lucu. "Aku pernah menyukainya, gadis jilbab biru. Dan aku bersyukur, jilbab biru itu kini berada disampingku menemani perjalanan hidupku"

Semburat merah menyembur dipipinya, senyum bahagia terpancar. Alhamdulillah ya Allah, kusyukuri nikmatmu yang tak ternilai ini.



_____________
Mungkin kisah ini hanya ada di cerpen dan akan selalu fiktif. because my faith n you, is different :)

You Might Also Like

0 comments: