Kamu orang baik mana mungkin aku menyakitimu

22:38 Unknown 0 Comments


Sepi. Aroma obat dimana-mana. Berbilang sebelas meter dari sini terlihat gagap petugas jaga tergopoh-gopoh mendorong tempat tidur yang ada rodanya. Kerumunan orang-orang berwajah panik menyergap mendorong secepat mereka bisa, menghalau apapun yang ada dihadapan mereka. Aku bersembunyi di belakang tubuh Adri, mengintip adegan per adegan yang terjadi.

"Jangan takut, Zes", tangan Adri merangkul bahuku. "Kamu tunggu disini ya, atau mau ke kantin? Kantin disini 24 jam", Adri melemparkan pandangannya ke arah jam 3.

Daripada bengong di kantin mending aku bengong di loby sambil melihat-lihat orang lewat, pikirku dalam hati. "Aku tunggu disini saja, Mas". Adri tersenyum kemudian berlalu.

Bau obat-obatan ini mengganggu sekali, aku memang memiliki sedikit masalah dengan indra penciuman. Di ruang tunggu ini lumayan nyaman dan sepi, mungkin karena sudah larut dan jam besuk sudah selesai. Aku membuka gadget-ku dan mulai berselancar di dunia maya, sambil mengecek kalau ada notif di akun jejaringan sosialku. Ahh sial, batreku low. Tadi juga lupa membawa powerbank. Daripada bengong tidak jelas aku pura-pura main gadget sajalah sambil mengemut permen coklat kesukaanku.

Satu jam berlalu, belum ada tanda-tanda Adri datang. Aku mulai bosan. Sesekali ku lemparkan pandangan ke samping kanan dan kiri siapa tahu ada orang yang bisa di ajak ngobrol. Nihil. Orang-orang sibuk dengan urusan masing-masing.

Ehh. Tunggu dulu! Ada sepasang jompo. "Kakek sama nenek mau berobat ya? Mari saya bantu ke meja resepsionis kek, nek?" Aku berusaha menawarkan bantuan. Lagian, kasihan sekali kakek dan nenek ini tidak ada anak dan cucu yang menemani.

"Tidak, nak. Kami kesini bukan untuk berobat", si nenek tersenyum hangat.

Ah mungkin ingin.membesuk anak atau cucu mereka, pikirku dalam hati. "Kakek sama nenek mau ke ruang berapa, mari saya bantu", kembali aku menawarkan bantuan.

Aneh. Kakek dan nenek ini malah duduk, mungkin lupa ruangan dan mau menelpon keluarga yang lain menanyakan ruangan. Tapi, tidak ada tanda-tanda mereka mengeluarkan handphone. "Kamu mau menjenguk siapa, nak? Sekarang sudah larut, tidak baik anak gadis sendirian malam-malam begini". Nenek yang baru aku lihat beberapa menit ini menanyakan pertanyaan yang seharusnya aku tanyakan kepada mereka.

"Saya menunggu pacar saya, nek", aku menjawab seramah mungkin.

"Pacar kamu sakit apa?" Sekarang giliran kakek yang bertanya.

"Ehh bukan kek, pacar saya tidak sakit. Itu anu..." Tiba-tiba aku terbata-bata, salah tingkah. Malu untuk mengakui kalau pacarku seorang dokter. Bukan. Aku tidak malu memiliki pacar yang beprofesi sebagai dokter. Tapi, aku malu untuk mengakui kalau aku menunggu pacarku pulang sampai lewat tengah malam begini hanya untuk memastikan kalau dia memang benar-benar bekerja. Tidak keluyuran seperti kata teman-temanku. Kalau bukan karena aku berprasangka buruk pasti semuanya tidak akan seperti ini.

"Pacar kamu sedang mengoperasi pasiennya ya?". Binggo! Tebakan kakek ini tepat sekali.

"Ehh i iya kek", tingkahku masih tidak karuan. Aku berusaha memperbaiki sikap duduk dan berusaha menutupi rasa maluku.

"Nenek pernah mengalami hal sama, waktu seumuran kamu", nenek dengan wajah bersahabat ini sepertinya sudah bisa membaca gerak tubuhku, "Dulu waktu kakek masih muda nenek suka dicuekin, kakek lebih mementingkan pasiennya daripada nenek". Nenek tersenyum memandangi wajah kakek, sepeti melihat cuplikan masa lalu. "Kamu jangan terlalu cemas, pacar kamu akan melakukan yang terbaik". 

Aku hanya teraenyum mendengar perkataan nenek barusan. Ternyata kakek ini seorang dokter, tapi bukankah seusia mereka harusnya jam segini sudah tidur pulas di rumah.

"Terus kenapa nenek sama kakek kesini malam-malam kalau tidak untuk menjengukbkeluarga?" Aku memberanikan diri bertanya.

"Hahaaha..." kakek dan nenek tertawa serentak. Membuat aku semakin bingung dan sedikit agak horor. "Kami ingin bernostalgia, nak", jawaban mereka membuat aku tambah kebingungan.

"Nostalgia?" Aku meyakinkan diri bahwa aku tidak salah dengar.

"Iya, kami ingin menapaki masa-masa indah waktu kami masih muda. Salah satunya di rumah sakit ini". Sungguh romantis, aku tersenyum mendengar penjelasan kakek. "14 februari lima puluh lima tahun yang lalu kami ditakdirkan bertemu disini".

"Kau tahu nak? Dulu rumah sakit ini ada taman yang indah di belakangnya, tapi sekarang sudah tidak ada lagi karena pelebaran gedung". Aku menyimak penjelasan kakek dengan seksama. "Ada seorang gadis yang rutin berkunjung tiap sore, menemani anak-anak bermain, berbincang-bincang dengan orang jompo. Mungkin karena gadis itu tidak punya teman, makanya dia mencari teman disini hahahaha".

Seketika cubitan manja mendarat di perut kiri kakek. Rupanya yang sedang diceritakan kakek adalah nenek waktu masih muda. "Terus kek?" Aku menantikan kelanjutan kisahnya.

Tiba-tiba Adri datang. "Zes?", Adri melemparkan senyum kepada kakek dan nenek, senyum penuh tanya.

"Sudah selesai mas operasinya? Oh iya kenalin ini kakek dan nenek...." astagaa, aku lupa menanyakan siapa nama mereka. Adri langsung mengulurkan tangan kepada kakek dan nenek itu. Sepertinya Adri hapal betul kebiasaanku yang sering lupa menanyakan nama seseorang walaupun sudah berjam-jam ngobrol.

"Saya adri kek, nek. Salah satu dokter di rumah sakit ini". Kakek dan nenek menjabat tangan Adri dengan ramah.

"Oh ini toh yang ditunggu-tunggu dari tadi", Nenek melemparkan senyum padaku. Mungkin pipiku mengeluarkan serbuk merah sekarang. " Kalian pulanglah, sudah larut".

"Kakek dan nenek bagaimana?", uhh padahal aku menunggu kelanjutan cerita kakek dan nenek ini.

"Kami masih mau disini beberapa menit lagi". Kakek menjawab ramah.

"Nanti pulang bagaimana? Apa tidak sebaiknya kakek dan nenek pulang?", aku sungguh mencemaskan mereka.

"Kamu sangat perhatian, nak. Pantas saja dokter Adri menyukaimu", ucapan kakek barusan membuatku makin salah tingkah, "tenang saja, kami sudah punya taksi langganan yang sudah hapal jadwal kami".

Oh syukurlah, "baiklah, kalau begitu kami duluan ya kek, nek" aku menjabat tangan mereka, "sampai ketemu lagi", nenek memberikan ciumannya ke pipiku. Aku dan Adri berlalu meninggalkan pasangan lansia yang sangat romantis itu.

Bersambung...

You Might Also Like

0 comments: